Oleh KH. H.M. Wiharto, S.Sy., S.Pd., M.A
“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil.” (QS. Al-Furqan/25: 32)
Dahulu orang-orang kafir sering menanyakan banyak hal kepada Rasulullah, tidak lain untuk merendahkan beliau. Mereka berharap bahwa Rasulullah tidak mampu menjawab apa yang menjadi pertanyaan mereka. Sampai menyangsikan al-Quran yang tidak turun sekaligus dalam satu waktu.
‘Mengapa al-Quran tidak diturunkan sekaligus saja, kalau engkau memang benar-benar Rasulullah?’. Dari sini kemudian Allah membantah mereka melalui firman-Nya, QS. Al-Furqan/25: 32, bahwa al-Quran tidak turun sekaligus tidak lain untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW.
Menurut para ulama ulumul quran, proses turunnya al-Quran melalui tiga tahapan. Dalam kitab al-Burhan fi ulumil Quran juga kitab Manahilul Irfan fi ulumil Quran menyebutkan tiga tahapan tersebut ialah: Pertama, turun sekaligus/ idzhar ke lauhul mahfudz.
Tahap kedua, turun dari lauhul mahfudz ke baitul izzah, juga berwujud idzharul quran/ secara utuh. Tahap ketiga barulah diturunkan kepada Rasulullah dari baitul izzah tidak secara keseluruhan, tetapi berangsur-angsur dan bertahap selama kurun waktu sekitar 23 tahun, atau dalam suatu riwayat selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Adapun, al-Quran yang turun secara bertahap tersebut memiliki beberapa hikmah, antara lain:
Meneguhkan Rasulullah dalam berjuang menghadapi orang-orang kafir Quraisy dan siapapun yang menentang dakwah beliau.
Sebagai mukjizat. Mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah SAW, termasuk beragam pertanyaan yang bernada memojokan. Mereka menanyakan tentang alam ghoib, masalah haid, masalah hilal/ bulan sabit, hingga urusan ruh, serta hal-hal yang sangat rumit. Maka dalam QS. Al-Furqan/25 : 33, Allah berfirman yang artinya: Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
Dalam rangka memelihara ayat-ayat-Nya.
Dengan berangsur-angsur itulah pemahaman terhadap setiap ayat dapat dicerna dengan baik serta mudah untuk dihafalkan.
Memberi solusi hukum. Wahyu al-Quran yang turun merupakan solusi umat yang diberikan secara bertahap. Contohnya dalam masalah penghapusan beberapa tradisi Arab seperti minum-minuman keras.
Sebagai bukti bahwa al-Quran bukan rekayasa nabi atau manusia biasa. Akan tetapi benar-benar wahyu dari Allah SWT yang telah menciptakan segala yang ada di alam raya ini.
Wahyu pertama kali yang turun yakni QS. Al-‘Alaq/96: 1-5, hal ini sebagai penanda diangkatnya Nabi Muhammad sebagai Nabi/ Rasul. Ketika sedang bertahanuts di Goa Hira, Rasulullah didatangi oleh Malaikat Jibril as., kemudian disuruh membaca, “Iqra’!,”: bacalah hai Muhammad, lalu Rasulullah menjawab maa anaa biqari? (HR. Bukhari) atau maa aqra’? (HR. Muslim).
Matan atau redaksi hadis tersebut terkesan kontradiksi, namun sejatinya tidak menurut ulama ahli hadis/ muhadisin. Jawaban Rasulullah dalam Shahih Bukhari menunjukkan bahwa Rasulullah sama sekali tidak bisa membaca apa yang diinginkan oleh Malaikat Jibril as., sementara dalam Shahih Muslim, menunjukkan bahwa Rasulullah ingin mencari tahu pembacaan apa yang dikehendaki Malaikat Jibril as. Selanjutnya, setelah Rasulullah menjawab demikian, Malaikat Jibril as. membacakan QS. al-’Alaq ayat 1-5 tersebut.
Setelah selesai turun wahyu yang pertama, lalu tidak turun kembali selama tiga hari. Rasulullah mengalami rasa sakit, namun bukan karena suatu penyakit tertentu, melainkan karena dampak dari keterkejutan beliau saat didatangi oleh Malaikat Jibril as. yang notabene belum pernah bertemu sebelumnya.
Melihat keadaan yang demikian serta pengalaman yang Rasulullah alami, maka istrinya yakni Khadijah ra. pergi menemui pamannya yang merupakan seorang ahli kitab yang taat (Waraqah bin Naufal).
Khadijah radhiyallahu ‘anha menyampaikan tentang keadaan Rasulullah, lalu dijawab bahwa suaminya telah dipilih Allah sebagai utusan-Nya yang terakhir. Mendengar hal demikian, Khadijah ra. bergegas pulang dan menyampikan informasi tersebut kapada Rasulullah.
Baru setelah itu berkuranglah demam dan rasa sakitnya. Imam ar-Razi menyebutkan bahwa setelah peristiwa tersebut, sore hari ba’da asar datanglah Malaikat Jibril pada saat Rasulullah masih berbaring dan berselimut. Malaikat Jibril as. datang melaksanakan perintah Allah SWT dengan membacakan QS. al-Mudassir.
Hai orang yang berselimut!. Maka pada saat ituNabi terjaga. Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah.
Hal tersebut Nabi diminta untuk menanggalkan pakaian jahiliyah yang kadang membanggakan status sosial, keturunan. Namun sebelumnya Tuhanmu hendaknya diagungkan terlebih dahulu.
Demikianlah bahwa kurikulum pertama risalah dakwah para Nabi termasuk Nabi Muhammad SAW ialah tentang masalah tauhid.
Setelah itu malaikat Jibril pergi, kemudian datang kembali pada malam harinya pada hari yang sama. Muhammad Abduh menyebutkan malaikat tersebut datang pada waktu sepertiga malam terakhir, datang membawa wahyu ketiga, yakni QS. al-Muzammil.
Dalam ayat tersebut dijelaskan salah satunya bahwa Nabi Muhammad SAW agar lebih bersiap diri bahwa sesungguhnya ucapan-ucapan yang berbobot akan turun terus menerus secara berangsur angsur (qaulan tsaqiilaa). Di sinilah dapat diketahui bahwa ternyata perintah qiyamu lail muncul lebih dulu dibandingkan dengan salat fardhu.
Begitulah seterusnya selama kurang lebih 23 tahun, ayat-ayat al-Quran terus turun hingga mewujud dalam hafalan-hafalan Rasulullah dan para sahabat.
Namun ayat-ayat al-Quran tersebut sampai wafatnya Rasulullah belum terhimpun dalam satu mushaf dan masih terpisah-pisah baik dalam pelepah kurma, batu, kulit binatang dan sebagainya.
Adapun dalam proses pengharaman tradisi yang sudah mendarah daging seperti kebiasaan meminum minuman keras, al-Quran turun dalam empat tahap. Tahap pertama, Allah turunkan QS. An-Nahl/16: 47. Setelah itu muncul respon dari masyarakat yang kemudian menanyakan masalah khamr.
Dijawablah oleh Allah yang kemudian diturunkan QS. Al-Baqarah/2: 219. Tahap ketiga yakni dengan menurunkan QS. An-Nisa/4: 43. Barulah tahap terakhir, tahap penghapusan tradisi minuman keras yang ada di masyarakat (Madinah) tersebut dengan turunnya QS. al-Maidah/5: 90.
Betapa al-Quran turun menjawab pertanyaan secara bertahap. Hal itu menjadi perhatian bagi para dai/ mubaligh ketika menyampaikan agama kepada masyarakat.
Agar memperhatikan aspek tahapan-tahapan tersebut, sehingga umat tidak lari. خَاطِبُ النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُوْلِهِمْ (Ali bin Abi Thalib): berbicaralah kepada audiens sesuai kadar akal mereka, sehingga mereka dapat memahaminya dengan mudah.
Semoga para aktifis dakwah memahami bahwa dakwah adalah persoalan proses, tidak instan. The everything need a process, segala sesuatu membutuhkan proses dan tidak semudah membalik telapak tangan.
Sumber: Islamic Center UAD